Buat Apa Hidup?
menggubah hidup dengan berkisah dan mencatat sejarah. mari bertutur ria.. :D
Monday, May 5, 2014
Hal-ihwal Bea Cukai: Sebuah Kerja Hebat di Perbatasan
Sebagai negara kepulauan yang cukup banyak berbatasan dengan negara lain, tentu menjadikan PR tersendiri bagi pemerintah RI. Isu keamanan, sengketa teritorial, kesenjangan ekonomi, dan lain-lainnya menjadi pokok penting yang mesti diperhatikan. Tidak hanya perbatasan darat antar negara tetangga, namun juga batas-batas laut yang justru membutuhkan kewaspadaan tinggi dalam proses pengawasan. Sebut saja perbatasan darat Nunukan dan Tarakan, Sambas, dengan Malaysia, Kepulauan Riau, Batam, dengan Malaysia dan Singapura, antara Atambua-Timor Leste, bahkan bagian utara perairan Sulawesi yang langsung berbatasan dengan Filipina.
Perbatasan negara merupakan kawasan yang memerlukan penjagaan ekstra. Di samping kondisi alam yang kurang mendukung untuk akses yang memadai, juga berdampak pada sebagian masyarakatnya yang kurang tersentuh. Baik itu dari sektor pendidikan, kesehatan, dan yang sangat vital yakni segi ekonomi. Di sinilah peran penting yang diampu oleh para petugas Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) untuk menjaga keekonomian dan melindungi negara dari segala bentuk penyelundupan ilegal. Hal itu pun masih sebagian kecil dari tugas besar yang diemban oleh DJBC pada umumnya. Tugas pokok dan fungsi DJBC meliputi segala perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, evaluasi dan pengamanan teknis operasional yang berkaitan dengan pengawasan lalu lintas barang maupun orang yang keluar masuk di daerah pabean sesuai peraturan dan undang-undang yang berlaku. Tidak sederhana, kan?
Siapapun yang bekerja di perbatasan negara tentu tidak mudah. Waktu kerja yang harus siap siaga, dan patroli wilayah yang menguras banyak tenaga. Apalagi tugas menjaga perbatasan negara dan melindungi kelangsungan ekonomi ini berdampak luas. Misalnya terhadap industri dalam negeri. Jika barang impor yang masuk secara ilegal semakin marak, sudah barang tentu merugikan pendapatan negara dan membahayakan kelangsungan industri lokal atau dalam negeri yang terdesak. Terlebih jika barang illegal tersebut adalah narkotika, tidak saja dari segi ekonomi tetapi juga akan berakibat buruk terhadap masyarakat Indonesia utamanya generasi muda.
Dalam kasus penyelundupan, bisa jadi terdapat iming-iming yang ditawarkan oleh penyelundup supaya lolos dari pemeriksaan. Jangankan para cukong besar yang memang licik dan berniat buruk melakukan tindak penyelundupan untuk memperkaya diri. Di sini pentingnya integritas yang dimiliki masing-masing petugas. Namun, yang membuat miris petugas juga dihadapkan pada pilihan sulit jika berhadapan dengan rakyat kecil yang terbiasa dengan tradisi mereka yang telah berlangsung lama. Orang-orang hendak melakukan transaksi ekonomi seperti perdagangan kecil dan bertemu dengan keluarganya yang kini terpisah teritorial dan status kenegaraan. Mereka adalah warga biasa dengan ekonomi pas-pasan, yang tidak punya kepentingan tertentu selain sekadar menyambung hidup dengan kegiatan ekonomi dan melepas rindu. Bahkan ada juga yang sekadar barter karena ketiadaan barang di masing-masing wilayah. Setidaknya itu yang pernah saya dengar mengenai penjagaan di bagian pelosok perbatasan di Atambua-Timor Leste. Dilematis. Ingin sekali saya mengetahuinya…
Untuk memperlancar pengawasan di perbatasan, dilakukan lah patroli petugas bea cukai di kawasan kepabeanan. Hal ini memerlukan kerja sama yang saling memberi sinergi positif antar pihak-pihak terkait. Misalnya, menggandeng TNI AL yang dikenal dengan Patroli Koordinasi Keamanan Laut. Dengan kerja sama semacam itu, sumber daya bisa dihemat, dan kekuatan lebih hebat. Selain patroli pengawasan yang bekerja sama dengan instansi dalam negeri, juga terdapat bentuk kerja sama keamanan lain dengan pihak negara-negara tetangga. Tidak kalah pentingnya, perlu dilakukan pembekalan rutin terhadap para petugas bea cukai supaya dedikasi dan integritas untuk melakukan kerja pengawalan tersebut senantiasa terjaga. Masyarakat umum utamanya di skeitar wilayah perbatasan juga perlu mendapat pengetahuan mengenai peraturan bea cukai dan seluk-beluknya, sehingga diharapkan memiliki kesadaran untuk turut bahu membahu menjaga ekonomi Indonesia.
Selamat menjadi garda terdepan di perbatasan!
Wednesday, April 30, 2014
Tiada Lagi Sehari Tanpa Internet, Genggam Teruus!
Rasanya pengen teriak-teriak atau badmood nggak jelas kalau kuota internet lagi abis. Manyun lah pokoknya. Awalnya pas lagi pengen menghemat, saya tergoda buat beli paket internet yang lagi promo. Dapat kuota gedhe dengan harga yang miring banget. Lumayan lah bisa nambah ongkos makan. Hahaha. Seneng lah saya karena dipakai ternyata cukup oke. Lancar jaya. Tapi kadang suka kepikiran gimana kalau kuota nya nggak cukup buat mengakomodasi kebutuhan internet saya yang lumayan gedhe juga. Tiap browsing atau streaming, jadi was-was. Dan benar kejadian, akhirnya baru seminggu, kuota dinyatakan habis. Grr..kuota normal memang hanya sekian ratus megabyte. Dan sisanya sekian gigabyte cuma bisa dipakai pada jam-jam tertentu. Rasanya geraam banget, percuma juga murah kalau kebanyakan ketentuan dan syarat berlaku. Sedih lah saya. Dan berhubung ketika itu pas tanggal tua dan lagi banyak pengeluaran, makin bingung lah saya. Sayang kalau mau beli paket data lagi sementara sebenarnya masih ada kuota. Hanya saja masak iya tiap hari harus bangun tengah malam buat ngenet. Atau pas jam kerja efektif malah ngenet. Duh…
Akhirnya, tiap malam pada jam kuota internet saya nggak bisa digunakan, saya terpaksa numpang pakai smartphone teman kos yg sudah saya setting portable hotspot nya. Hihihi.. lumayan, buat bertahan hidup dulu. Kadang gantian sampai tiga teman, supaya saya nyedot kuotanya rata :D
Tetapi masalah mulai muncul ketika saya harus keluar kos. Nggak mungkin kan jangkauan portable hotspot tadi bisa berkilo2 meter?
Benar-benar meresahkan. Jangankan sehari, beberapa jam nggak ada internet saja rasanya sudah kelimpungan. Ketinggalan info-info penting di grup chat whatsapp, nggak bisa unggah foto di instagram atau browsing pas cari bahan tulisan, dan yang nggak kalah penting: terhambat buat kepo socmed mantan. Hahaha.. *ketawa perih* *garuk-garuk ketek*
Melihat teman kos saya yang internetnya lancar bener sampai bisa berbagi koneksi tadi, rasanya iri betuul. Saya juga punya sih nomor Simpati andalan yang dari dulu saya gunakan khususnya tiap traveling ke lokasi agak pelosok yang susah sinyal, juga buat menghubungi orang-orang penting. Tapi beli paketnya kok ya lumayan mahaal buat kantong mahasiswa yang pas-pasan.. Jadinya saya nyicil beli pulsa regular dan daftar paket kuota harian atau mingguan. Sekadar mengantisipasi kebutuhan internet yang mendesak pada jam efektif malam (18.00-22.00)..
Baru beberapa hari sudah tak sesuai prediksi. Nyatanya kalau pakai kuota harian/mingguan justru cepat habis karena kuota yang kurang memadai buat smartphone. Kalau buat handphone biasa, pakai telkomsel flash mingguan sudah lega sekalii, malah sisa-sisa :D Jadi seharusnya nggak ada alasan sih buat nggak bisa ngenet karena pilihan paket data sudah beragam banget. Siapapun, bisa menggenggam internet!
Sampai klimaksnya adalah ketika harus agenda rapat-meeting dengan orang-orang baru di komunitas dan pindah-pindah lokasi. Komunikasinya ya di grup whatsapp. Otomatis butuh internet sementara tidak di setiap tempat ada koneksi wifi yang bisa dimanfaatkan. Haduh.. Pas break ketika meeting pun rasanya jadi mata gayaaa. Smartphone tanpa koneksi internet kan jadi turun derajat bagai batu bata -,-
Nggak tahan karena frustasi sama keadaan tanpa internet, ngrepotin temen dll, saya mikir harus ambil keputusan. Alhamdulillah waktu itu ada saja lah uang jatuh dari langit. Amplop-an kerja volunteerisme yang nggak disangka-sangka. Terpaksa saya ambil uang di amplop yang menurut saya uang panas: nggak boleh dipakai kalau nggak genting dan penting. Berhubung nggak ada internet sehari itu udah masuk kategori genting dan penting tersebut, ya udahlah saya memutuskan harus beli. Saya nekad pergi nyari counter pulsa seketika itu juga. Mata dan telunjuk menelusuri etalase, lalu pilihan saya jatuh ke perdana Simpati Loop yang dari dulu bikin penasaran! Harganya terjangkau lagiii, cuma 30 ribu sudah komplit kuota internet 2 GB. Saya yakin ini bakal worthed sekali. Nggak ada ruginya pakai smartphone dengan didukung koneksi internet hebat. Segala aktivitas dunia maya dan nyata jadi terintegrasi, kebutuhan informasi terbaru, referensi bahan kuliah, kerjaan dll pun bisa diakses dengan mudah. Benar-benar serasa menggenggam dunia, hehehe..
Sampai kosan, nggak sabar segera saya aktifkan Simpati Loop saya. Nggak perlu daftar ribet pula, simpel banget. Seneeeng. Akhirnya bisa ngenet super lega berkat kuota yang cukup memadai lah hingga sebulan ke depan. Dan yang penting sinyal kuat dimana-mana dan jarang trouble. Mana ada lah sehari tanpa internet? 24 jam pun bisa melek teruuuus :D #lalala #yeyeye..
Rasanya langkah jadi lebih enteng. Dan hidup penuh warna lagi. Hokya!
Monday, March 28, 2011
Membangun Motivasi, Menjalankan Aksi, Menuai Reaksi (Jogja-Blitar: Melawan Biasa)
Dasar pemikiran, latar belakang:
Lima bulan saya belum pulang, sebenarnya bukan alasan yg cukup kuat utk menjadi latar belakang perjalanan ini.
Tapi entahlah, dulu saya memang sempat pengen blitar-jogja, atau jogja-jakarta. Lebih dulu lagi saya pengen minimal blitar-karangkates.
Lalu setiap saya kemana—mana, Semarang waktu itu, Jakarta beberapa kali, saya pengen bawa sepedaaa. Alasannya sederhana: naik sepeda lebih bisa menikmati perjalanan dengan leluasa, ga terikat jadwal dan rute alias bisa kapan saja. Lagian kalau cuma mau muter2 kota Semarang atau Depok misalnya, kan juga ga bakal capek amat.
Keinginan-keinginan itu sementara terendap karena memang belum memungkinkan sebab tak punya sepeda lipat. Hee…
Lalu apa sebenarnya?
Saya bosan hidup monoton. Sempat dulu ingin sepedahan sekedar ke pantai jogja, belum jadi2. Saya merasa belum liburan beneraaan, ga berkesan!
Ya semua berawal dari sebuah obsesi, lalu diniati.
Tempo hari saya pernah melihat rombongan pesepeda Kompas dgn rute Surabaya-Jogja-Jakarta.
Hadoohh, andai waktu itu tak bersamaan dengan jadwal ujian semester, insyaallah saya pasti ikuuutt.
Setidaknya keinginan itu benar menggebu-nggebu.
Memperkaya hati
Terdengar sumbang ya rasanya kalau saya bilang begitu. Tapi apa mau dikata, setiap perjalanan yg saya lakukan hampir seluruhnya diniatkan untuk wisata kebatinan. Hahaha.. mungkin jiwa saya terlalu sering merasa gersang ya.. -.-
Esensi paling tersembunyi dari perjalanan itu adalah seni memperkaya hati.
Bayangkan, apa kita cukup puas melihat informasi dari layar kaca saja, dari jejaring informasi saja, bla bla bla.. Sederhananya, masak kita ga pengen sih menyaksikan keramaian mudik misalnya, melihat lebih dekat masyarakat kota dan pedesaan, ..
Bla bla bla (lagi)
(Itu juga argumentasi mas Heri ketika saya begitu dilema mempertanyakan esensi naik gunung sekian tahun yg lalu).
Oke, anda boleh beranggapan bahwa mungkin itu alasan yg dibuat2.
Saya ingin membahagiakan orang tua saya dengan cara yg tidak biasa. (bah, tengik rasanya saya ngomong begini)
Kembali ke awal lagi kalo begitu.
Saya pengen liburan. Dan setiap orang punya cara tersendiri memaknai apa itu liburan.
Birrul walidain (berbakti pada orang tua) yang selama ini disinggung-singgung, juga berperan besar terhadap tercetusnya niat bersepeda ini.
Aneh memang kalau ini disebut saya pengen bertemu ibu dalam keadaan paling berkesan.
*dan coba saja lihat nanti bagaimana sambutan mereka* ;)
Ini investasi jangka panjang.
Saya tidak akan pernah yakin bisa untuk memulai jika sebelumnya belum pernah mencoba sesuatu yang dianggap ekstrim. Ya, tidak akan ada ceritanya impian kemana-mana tanpa dilekasi dari suatu tempat dimana kita menjejakkan kaki sekali waktu.
dan saya yakin ada bentuk jangka panjangnya yang tidak hanya berkaitan dengan obsesi diri sendiri, yang mungkin terlalu dini jika saya utarakan hari ini.
Saya yakin, semua tentu berharap tekad dan semangat semacam ini dapat diaplikasikan ke hal-hal lain yang kiranya jauh lebih bermanfaat dan pasti: kuliah barangkali. Ya, ya, saya tak memungkiri itu. Dan saya pun bukan tak ingin :)
(langsung) Kronologi Peristiwa (saja ya!)
Sudah lama rasa deg-degan saya menghantui.
Saya selalu menghindar jika ditanya pulang ke Blitar naik apa. Saya tak mau menimbulkan keterkejutan2 bahkan sebelum saya sendiri berangkat. Hadodoh..
Sebelumnya, kalau anda setia dgn update-an status FB saya (hehhe, PD), rencana ke Blitar bersepeda ini sudah tercetus sejak liburan H-10 puasa sepertinya.
Saya sempat kecewa tak jadi pulang. Jika tidak sebelum ramadhan, berarti kapan lagi??
Tapi justru bersyukur setelahnya karena penundaan itu memunculkan rencana yg saya anggap lebih yahud. Hehe..
Ibuk yang rencananya juga akan menengok saya ke Jogja saya tahan demi alasan bla bla bla..
Biarin. Saya pengen kekangenan yg saling kami rasakan memuncak hingga momen bertemu paling indah itu tiba. Hahhaha… *jane yo biasa wae..
Singkat cerita, hari sudah semakin dekat dengan rencana kepulangan.
Saya sudah men-download beberapa peta mudik Pulau Jawa 2010. Hehe..
Dan serunya, saya sempat berbincang dgn teman saya dari Jakarta yg bapaknya juga baru bersepeda Jakarta - Jogja selama satu minggu.
Hadodoh, rasanya saya dilecut tiada tara. Belum lagi info dari teman saya yg bilang pasti bisa karena ada orang Malang-Jakarta jalan kaki saja sanggup.
Dan lain seterusnya.
Weh, weh, serasa seluruh dunia (majas totem pro parte apa pars pro toto hayooo.. ;p) mengamini niat saya. Apalagi yg harus saya ragukan? xD
Sebenarnya saya berencana berangkat Jumat shubuh dengan perkiraan sampai hari Senin pagi. Ternyata harus ditunda esoknya karena masih ada tanggungan dan mau beli ini itu.
Jumat malam, rasanya saya benar-benar gelisah. Saya tidak bisa tidur seperti biasanya. Pikiran ruwet melihat barang-barang yang belum ditata.
Saya putuskan untuk ngeprint peta dahulu.
Lalu pukul 1 tertidur dan bangun kembali pukul 3 pagi. (Kenapa bagian ini terasa tidak penting sekali??)
Singkat cerita, pukul 7 pagi barulah semuanya siap. Tak dapat saya hindari kala teman-teman kosan yg sama-sama berangkat mudik hari itu menanyakan akan naik apakah saya.
Huwa.. bla bla bla.. akhirnya prosesi keberangkatan lebih terasa seperti perpisahan.
Kami foto2 bersama, seakan saya tak akan pulang mungkin. Hahhaha..
Foto >
Menyusuri sepanjang jalan Solo atau jalan Laksda Adi Sucipto, masih saya temui banyak toko oleh-oleh khas Jogja. Hm, masih ingin beli sesuatu lagi, sayang, saya tak bisa lagi menambah muatan. :D~
Dalam perjalanan, saya masih menyempatkan diri berkirim-terima pesan singkat, kadang juga berhenti sebentar di pinggir jalan yang teduh. Bukan hanya lantaran lelah, tapi lebih nyaman smsn dan facebook-an tanpa mengendara kan?! Haha..
Pukul 11.30 WIB kira-kira, jalanan semakin panasnya. Sarapan bersama teman-teman yang sahur tadi sudah lenyap efeknya. Bingung mau makan dimana, akhirnya saya berhenti di sebuah warung makan. Seingat saya masih di Klaten waktu itu. Ckck.. Panas, haus, lapar jadi satu.
Saya makan sepiring besar nasi + sayur gambas. Eh, sebelumnya juga sudah mampir di toko beli kratingdaeng + coklat + softdrink deng! :D
Jangan mikir macam-macam, hari pertama perjalanan tersebut saya memang nggak dikasih izin puasa oleh Yang Maha Kuasa. Hehe..
Tak seperti biasanya, saya makan lamaa sekalii. Huaahm..
Foto à
Solo masih kurang 20an km lebih. Saya harus segera melanjutkan perjalanan. Huwaa, Klaten kenapa begitu luasnyaaaa, keluh saya waktu itu. :D
Saya lupa sebelum itu atau sesudah itu saya melewati ruas-ruas jalan arah ke Bayat.
Lalu, sempat bingung juga: Lha kok Boyolali? arah kiri, Sukoharjo ke kanan, bla bla bla..
Oh iya, ternyata kan memang begitu. Takutnya saya nyasar ke Boyolali e..
Pokoknya lanjut ke timuuuuur, ikuti saja jalan raya besar.
Beruntung saya berbekal peta, setidaknya tidak sama sekali buta.
Sekali-sekali saya memang turun dari sepeda, bertanya ke orang yg saya jumpai, seringkali pak becak, untuk memastikan benarkah itu arah Delanggu misalnya, atau kemanakah jalan yang lebih dekat untuk menuju Solo kota, Karanganyar, dst.
Kartasura.
Senangnyaa.. akhirnya terbebas dari cengkeraman Klaten yang seolah tak berujung! Hahaha..
Sepanjang jalan lurus yang saya jumpai, kok Kartasuraaa, Sukoharjooo..
Saya pengen yang bertuliskan Solo gituu..
Ah, mungkin belum sampai kota..
Sekitar pukul satu siang, rasanya saya berada di ruas-ruas jalan yang mirip dengan daerah UNS. Huwoo, saya senang. Sejenak saya memutuskan mampir di angkringan (kalau di Solo sebutannya Hek ya?) yang sepertinya baru saja buka.
Kebetulan soft drink saya juga sudah habiiiss..
Saya beli es teh. Saya minta es tehnya dimasukkan ke botol soft drink (mulai sekarang sebut saja mijone. ;p) supaya nanti mudah diminum sewaktu-waktu. :D
Di situ saya sempatkan bertanya Karanganyar masih jauh atau tidak, katanya masih.
Kalau UNS? Masih juga. Hadeehh.
Eh, sewaktu menyusuri jalur tersebut, saya sempat buru-buru mengetik lewat tuts hp:
13.02 :: jika tidak bisa memaksa orang lain untuk sabar, paksalah dirimu sendiri. Sabar dalam berkendaraan itu penting. (huwah, nyaris tabrakan motor)
Tetapi cukup senang menelusuri jalanan Solo itu. Mulai dari angkringan tadi kan terus jalanan khusus becak dan sepeda. Yeah, sampai disitu saya terpikir, soal tatanan jalur sepeda dan becak, bisa jadi Solo selangkah lebih maju daripada Jogja yang sementara ini ‘cuma’ dengan jatah marka kuning2nya.
Hm..
Apalagi sepertinya di tepi2 jalan itu terdapat halte. Akankah itu halte trans maksudnya??
Pukul 13.32 :: di tengah jalanan yg sedikit menanjak:
“Solo, semangatku lebih besar dari luasmu!” (@ jl. Ir.H.Juanda)
Satu jam lepas dari situ, olala, saya sudah menjumpai rambu lalin yang menunjuk arah Surabaya dan Karanganyar, serta Surabaya lewat Sragen. Kalau ke barat kayaknya ga jauh dari pintu masuk UNS deh. Apa iya ya?
Yeah, oke, semakin ada titik terang pokoknya.
Lekas saya giat mengayuh ke arah Karanganyar tersebut. Melewati jembatan yang di sebelahnya ada posko mudik polisi tampaknya. Ingin saya mampir sejenak, ah, tapi nanti sajalah di depan pasti ada lagi. Saya terlanjur bersemangat untuk segera mencapai Karanganyar.
:D
Dan, memang sehabis jembatan besar itu tadi adalah perbatasan Kabupaten Karangaanyar dengan Solo. Hoyei. (cek foto deh)
Asiikk, saya menjumpai rambu lagi jalur alternatif Magetan dan arah Tawangmangu. Kalau ke kiri ke arah Surabaya yang lewat Sragen itu tadi.
Whouwoo..
Terus, terus, lanjut teruuss.
Sekitar pukul 3 sore, saya memutuskan untuk beristirahat di masjid. Namanya masjid Kompak.
Di situ beberapa orang juga tampak sedang beristirahat. Saya pengen mandiiii, huwah. Sayang air di KM masjid tak memadai.
Lalu seorang bapak masuk masjid, tadarus dengan pengeras suara.
Hmm.. selama ramadhan belum pernah saya merasa ‘sekecil’ itu. Sebergetar kala itu. Padahal juga masih siang bolong.
Tak seberapa lama, disusul kumandang adzan ashar. Lalu beberapa orang terlihat datang untuk sholat berjamaah. Sambil melihat-lihat peta lagi.
Ada bapak2 nyeletuk, “Wah, mbak e koyok turis ae nggawani peta..”.
Hehe, saya cuma tersenyum. Peta kan bukan cuma buat turis, semua orang yang merasa tidak tahu ya harus punya peta, harus punya pedoman , petunjuk. Lagian, saya kan memang turis, turis lokal! Hahaha…
Selang beberapa menit kemudian saya menghampiri sepeda saya. Dengan tatapan agak heran seorang bapak2, saya melanjutkan perjalanan.
Houwoo.. di masjid Kompak itu kan ada perempatan besar, kalau ke selatan ke arah Jumapolo, kalau ke timur lanjut ke Tawangmangu. Sedangkan kalau ke utara ternyata ke wisata Sondokoro, Sepoer Teboe yang dulu saya pernah main ke sana dengan teman UNS! Yey. :D
Pukul 15.45, saya menyeberang ke kanan, ada polres Karanganyar kalau tak salah. Di situ saya minta ttd pak polisi di atas peta yg saya bawa. Cret oret..Tanda tangan telah dibubuhkan tepat di atas tulisan Karanganyar pada peta saya. (Halah ga penting banget :D)
Pukul 16.15, dahaga kembali melanda, sedang saya saksikan jalanan lurus tampak begitu panjang menanjaakk jauh sekali rasanya (lebay pol). Pantesaann, itu jalan Lawu ternyata! Hahh..
Saya singgah di warung es degan.
Hehe, sampai di sini saya nggak mood melanjutkan. Dulu pernah nulis panjang tapi ilang gak tersimpan je. Tidak semua detail harus diceritakan kan? ;D
Yang jelas, saya berbincang cukup banyak dengan ibu penjual itu, menanyakan rute dan mana-mana yang bisa saya singgahi untuk istirahat malam. Huwa..
Selepas dari warung es degan, perjalanan berlanjut. Parahnya, semakin menanjak rata. Kalau naik motor mah ga terasa. Hehe..
Gayamdompo, 4 September, 17:24 WIB
~Biar semua orang whas whes lalu lalang di jalan, saya cukup legowo untuk turun dan menuntun dengan kecepatan yang turun drastis seiring jalan yang semakin menanjak: 3km/jam!
Mendekati pemukiman warga, saya masih berusaha menguatkan diri. Masjid di sekitar menggoda untuk disinggahi, apalagi mengingat sudah menjelang maghrib. Tapi saya berharap bisa mencapai batas terakhir kekuatan saya. Menuju pemukiman selanjutnya di depan sana.
Masjid Al-Furqon.
Hosh. Masjid ini tepat di seberang kanan jalan kalau dari arah barat. Cukup besar. Sungguh, mungkin itulah titik terakhir yang bisa saya capai hari pertama itu. Sudah hampir gelap.
Setelah memarkir sepeda, masuklah saya ke teras masjid bagian samping. Saya tidak begitu ingat bagian ini. Yang jelas saya bertemu dengan takmir masjid yang sampai saat ini tak saya ketahui namanya. Saya mengaku dari Jogja, bermaksud singgah di masjid tersebut untuk istirahat dan sholat. Bapak takmir itu demikian ramah. Saya dipersilahkan untuk mandi. Ya ampun saudara-saudaraaa.. segeeeeerrrrr banget airnya. Maklum, itu kan memang hampir masuk daerah Tawangmangu.
Senang, akhirnya hari itu saya bisa sholat lagi. Pas deh dengan niat safari ramadhan. Hahaha..
Selepas sholat maghrib, saya jalan kaki keluar, mencari toko. Hiks, haus.
Beruntung saya menemukan toko cukup lengkap. Tapi sayang tak bisa memesan air hangat, hahaha.
Di toko itu pula, saya sekalian menanyakan tempat beli makanan jadi. Kalau tak salah, adanya cuma mie ayam yang nggak meyakinkan di seberang jalan itu. Satu-satunya pula.
Saya kembali ke masjid, berjama’ah sholat isya. Usai sholat, saya mencoba bertanya lagi ke ibu-ibu di samping saya. Yak, katanya tidak ada warung yang buka pas waktu sahur. La la la.. Padahal saya butuh asupan kalori lebih banyak untuk esoknya. Pantes sih, kan memang bukan daerah kampus. Semua warga ya masak sendiri-sendiri. La la la.. hidup ini liar dan penuh tantangan. Hik.
Eh, usai tarawih, saya diberi roti lho sama ibu istrinya bapak takmir yang tadi. Aduh, sungkan dan terharu.
Hm, kampung Karangpandan ini termasuk sepi lho, di jalan gelap gulita. Jadi waktu itu saya mengetikkan status: Kampung ini, rasanya kayak lagi kemah pramuka, KKN, bakti sosial, atau apalah itu namanya.
Malam itu, saya berbincang sebentar dengan bapak dan ibu takmir. Intinya, saya disilakan tidur di dalam masjid, di barisan tempat sholat putri, diapit lemari dan dinding kaca. Bapak takmir berpesan segala macam kepada saya, tentang menaruh HP, pintu ruang masjid yang dikunci, lampu, dsb. Saya juga digelarkan karpet olehnya. Aduh, jadi mellow :’)
Adheeem banget malam itu. Saya berselimutkan mukena yang saya bawa. Saya masih geletakan sambil sesekali baca buku. ACIME.
Mudah bosan. Lalu saya teringat perjalanan esok. Peta saya buka. Setiap kali membaca peta ketika malam hari begitu, deg-degan saya minta ampun. Perut rasanya mules. Hm..
Hampir tengah malam, saya update status FB begini: Sekotak agar-agar bekal tadi pagi, roti pemberian takmir masjid, mizone dingin, dan dukungan teman-teman semua semoga cukup untuk mengganjal perut laparku, haha..
Iya e, malam itu cukup banyak yang sms, hampir semuanya dengan nada mengkhawatirkan, hehe. Saya baik-baik saja, sangat baik. Tapi memang ternyata, setelah diingat-ingat, malam itu adalah hari tercapek saya. Badan pegel semua dan panas rasanya. Padahal udara juga dingin, Jadi campur2 ga enak gitu. :’D
Mungkin ada pengaruhnya karena tepat di dalam masjid, dan karena malam pertama, hehe, sukseslah saya begitu melankolis. Hik. Rasanya jauh dari siapa-siapa. Tapi dekat dengan Tuhan. Nggak dekat sih, Cuma bawaannya pengen nangis.
Dan seolah langit pun turut mengiringi niat perjalanan saya, saya menemukan terjemahan ayat ini: Faidzaa 'azamata fatawakkal 'alalloh..Innalloha yuhibbul mutawakkiliin :: Apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kpd Allah. Sesungguhnya Allah menyukai org2 yg bertawakal kpdNya. Hik. Rasanya pas banget kan :’D
Meskipun berkali-kali terjaga, cukuplah tidur kala itu menjadi pelepas lelah dan gundah. Hoho..
Pukul tiga pagi, saya dibangunkan ibu takmir. Sebenarnya saya gak beneran tidur sih, hoo..
Ya allaah, apa yg terjadi? Saya diberi makan sahur. Disediakan nasi, lodeh tewel+ayam, dan sayur kubis +wortel, krupuk kecil juga. Sungkaan banget, tapi apa daya tidak ada pilihan untuk menolak rezeki to.. alhamdulillah buanget! :’D Sayangnya, tentu gak etis kalau ndadak difoto segala, padahal pengen buat kenang-kenangan, hoho.
Selama saya makan, ibu yg rumahnya itu gandeng sama masjid (satu teras), banyak mengajak saya berbincang. Katanya, masjid itu memang sering dijadikan tempat persinggahan rombongan dari tawangmangu. Jadi kenalannya banyak dan dari mana2. Saya juga menyambut cerita ibu dengan antusias, menceritakan asal saya, dan ngobrol ngalor ngidul yang lain.
Kenyang.
Sesaat setelah itu, jamaah shubuh digelar. Dan, tak disangka bahwa ini akan menjadi momen paling mendebarkan, :’D
Sebelum orang-orang bubar, bapak takmir berdiri di mimbar, seolah bersiap mengumumkan sesuatu. Awalnya, saya tidak begitu mendengar karena mulai sibuk berbincang sedikit dengan ibu-ibu di barisan belakang. Hei, apa pengumumannya?
Tentang saya. Iya, tentang saya. Pokoknya bapak takmir mengumumkan kalau ada anak dari Jogja mau pulang kampung ke Blitar dan naik sepeda. Blab la bla.. Ha? Sontak saya lumayan kaget. Konyol je. Seiring dengan itu, saya bersalaman dengan ibu-ibu. Ibu-ibu juga mulai berbisik dan menanyakan ke sebelah2nya, “eh, sopo kae anake sopo sg podho ng jogja” Blab la bla, ya semacam itulah. Aduh, lalu ada seorang ibu yang ketika bersalaman dengan saya sempat bilang bahwa anaknya juga di UGM, katanya “semangat ya”. Ya, begitulah, kalau saya tidak salah dengar. Yang pasti, sinar mata dan raut wajahnya seolah sungguh2 memancarkan energi positif bagi saya. Tatapannya sendu, haru. :’)
Jamaah putri sudah bubar. Saya bersiap packing lagi, merapikan barang-barang.
Satu, dua, tiga, empat. Ya, kalau tidak salah empat bapak takmir masjid mendekati saya. Dan kami mengobrol. Bukan deng, kami sedang berbincang serius. Mulai dari pertanyaan mendasar yang jawabannya sulit saya ungkapkan seketika: mengapa saya jauh-jauh bersepeda, ada yang menyuruh atau bagaimana, sampai pertanyaan mudah soal teknis perjalanan.
Bapak2 itu menyarankan dengan tegas, saya harus naik angkutan sesamainya nanti di terminal Tawangmangu, setelah sebelumnya saya menolak untuk naik bus dari skeitar masjid itu. Mereka begitu khawatir, tapi akhirnya melepas saya dengan wejangan macam-macam. Katanya pula, perjalanan masih jauh, saya yang kemarin menuju Karangpandan saja ngos-ngosan, apalagi sudah akan mendekati kaki gunung beneran. Bisa-bisa maghrib belum sampai di Magetan karena medan jalanan yang cukup ekstrim. Sampai-sampai, saya ditanyai soal uang segala. Huwa..bodohnya saya bilang kalau belum mengambil uang di ATM.. Ya saya pikir uang 50 ribu bekal saya akan cukup2 saja.. Tidak terpikir kalau bakal naik angkutan yang katanya bisa sampai 50 ribu karena kan ngangkut sepeda saya juga. Hoalah.
Pak Paidi, orang yang nantinya akan sibuk meng-sms saya ketika meneruskan perjalanan itu, meminta biodata saya. Nama lengkap, jurusan, nama ayah, nama ibu, alamat kosan, alamat rumah, nomor HP saya. Aduh, sempat berasa kayak akan ‘in memoriam’. :3 Untung nomor HP atau telepon rumah tidak dimintanya juga. Gawat kalau ibu tau sebelum waktunya. Hehe..
Saya punya rekaman pembicaraan saya dengan beliau2 itu lho, hmmm :)
Oh ya, yang lebih membuat saya speechless, bapak takmir yang rumahnya gandeng sama masjid itu menghampiri saya lagi ketika saya hampir berangkat. Disodorkannya dua lembaran 50 ribuan dan satu 20 ribuan. Saya terang menolak, saya bersikeras bahwa saya membawa uang dan akan cukup. Bapak itu pun tidak kalah memaksanya. Katanya sudah kewajibannyalah, bahwa itu rejeki saya.
Yah, sebelumnya mereka memang mengatakan, bahwa karena saya sudah singgah di masjid ini, dan mereka mengetahuinya, tentulah menjadi tanggung jawab mereka juga. Ya allah..
Saya tahu itu pasti uang pribadi bapak takmir itu.. hmm..
(sampai sekarang 50 ribuannya masih saya simpan, biar jadi kenangan yang mengingatkan saya terus akan kebaikan hati manusia, sungguh rasanya berhutang budi sekali :’))
Pukul enam pagi saya berangkat. Tidak ada yang bisa saya berikan untuk bapak takmir, selain sekotak bakpia sekedar pemanis lidah, karena bapak itu telah membuat hati saya begitu manis pagi itu..
Ho, selang satu dua jam perjalanan, saya bohong kalau tidak capek. Tidak sampai ngos-ngosan barangkali, tapi hampir setiap seratus atau dua ratus meter mengayuh, saya berhenti untuk menghirup udara dalam-dalam, dan meluruskan kaki.
Di tengah saya seperti sedang melihat Gunung Lawu, saya memutuskan untuk istirahat di pinggiran jalan. Tidak ada jalanan tanpa batu sandungan. Tiada hidup yang tanpa masalah. Saya terpikir ini:
Aku nggak suka dihakimi. Bahkan sebelum kau minta untuk kujelaskan.
Demi Tuhan aku sakit benar kala itu.
Rasanya ingin luruh di sepanjang jalanan menurun Karanganyar – Solo.
Aku lebih suka kau tak komentar atau bilang ini biasa saja daripada kau bilang ini tak berguna!
Haha, saya sudah lupa sebenarnya, tapi karena terlanjur ditulis, ya ga usah dihapus, hihi.
Lanjut:
Gilaaa, jalanan naik turun dan berkelok-kelok. Saya perang batin. Sempat terbersit ingin diberi tumpangan mobil bak terbuka yang biasanya menyalip, atau paling tidak ikut ditarik motor. Sebentaar saja. Namun tidak ada satu pun yang menyapa, saya berusaha terus mengayuh, dengan nafas kembang-kempis dan semangat naik turun..
Dilematis sekali. Rasanya sayang banget kalau saya harus ‘korupsi’ numpang angkutan begitu, seperti yang sempat disarankan takmir tadi. Tapi sumpaaahh, sampai akhirnya saya berhenti di Otomodachi Cell, di sebelah kelokan, rasanya saya memantapkan diri untuk mencari angkot. Saya berusaha menghibur diri, anggap saja ini subsidi bagi saya yang sedang puasa. Saya tak boleh memaksakan diri. Celakanya, tidak ada angkot yang mneruskan perjalanan kea rah yang saya tuju. Semua angkutan desa belok ke ruas jalan sebelum Otomodachi Cell. Ya Allah, saya benar-benar berharap. Tapi sayangnya saya juga tak cukup nyali memberanikan diri mencegat kendaraan apapun. Hingga akhirnya saya menghampiri pangkalan ojek di dekat situ, tanya ini itu, memastikan bahwa memang dari situ tidak ada angkot ke arah Tawangmangu. Yak, dan akhirnya, saya naik ojek!
Hampir 10 km jalanan naik turun, berkelok-kelok khas pegunungan, saya duduk di belakang pak ojek sambil memangku erat sepeda saya. Sesekali motor mandeg di jalanan menanjak yang parah, parah abis. Saya bersyukur di tengah kebingungan saya melihat terminal, sepertinya tidak ada angkutan waktu itu, entah kalau saya salah lihat, yang jelas naik ojek juga enak.
Singkatnya, saya turun di dekat Cemoro Kandang kalau tidak salah, pos pendakian G. Lawu. Ya, setelah membayar 30 ribu rupiah, kini saya harus meneruskan perjalanan dengan kaki dan pedal sepeda saya sendiri. Hohoho, mneyenangkan sekaliii, jalan banyak turunannya setelah itu. Ya memang, pokoknya menuju Sarangan itu kebanyakan menurun. Wooowww, mak wush wush, turunan dan kelokan tajam membuat saya harus gesit memainkan rem. Hahaha, tapi ini lebih asik daripada main genjot pedal :P Meskipun sebenarnya bapak2 takmir itu lebih mengkhawatirkan saya ketika melewati turunan, katanya karet rem bisa habis tergesek terus.
Huwooo, sampai di Sarangan, saya bertemu pak polisi2, setelah minta ttd dan petunjuk jalan, saya mak wush wush terus menuju Magetan kota. Jalannya masih menurun terus, bahkan saya berani jamin, kecepatan saya meningkat sangat signifikan, bisa 50km/jam, lha wong motor2 saya salip i. Wush pokoknya. Enak banget, sampai bisa lepas setir segala. Dan konyolnya, pakaian yang saya cuci di masjid dan saya jemur di keranjang sepeda langsung cepat kering lho. Panas banget soalnyaa :D
Ujian kembali dimulai. Tenggorokan kering, lidah pahit, panas menyengat.
Ini dua status FB saya di selang waktu itu:
Es krim dan softdrink begitu menggoda, kemarin bisa beli seenaknya, sekarang tinggal menelan ludah, laa haula wala quwwata illa billah.. (Sun, 05 Sep)
nggeblak dan lgsg terkulai di masjid: ditegur dimarahi bapak. tak apa, tdk semua orang bisa mengerti.. (Sun, 05 Sep 2010)
Hei, setengah sakit hati karena terusir dari masjid, saya benar-benar dehidrasiiiiiii.. puahit. Puanas.
Saya mokel lho, teman-teman.. setelah mengalahkan rasa ragu bahwasanya saya sudah dijamu makan sahur tapi kok akhirnya membatalkan puasa sekitar pukul satu siang. Huwaa..
Kalap, saya makan semangkok bakso+nasi dengan porsi jumbo. Juga meneguk es teh, fanta, dan membuat sendiri soda gembira yang ternyata susunya sudah kekuningan alias kadaluwarsa. :3
Lantaran capek dan panas yang luar biasa, saya menggelosor di lantai dan bertumpukan kursi, memutuskan istirahat dulu sembari menunggu panas agak jinak.
Dari Plaosan, Magetan itu, saya bersemangat untuk kembali menyusuri jalanan pulang yang masih teramat jauh.
Dan seterusnya, sampai ke arah Madiun, hujan-hujanan, berteduh di markas partai banteng, berkali-kali disalib bus-bus besar AKAP dengan sangat tidak sopan, hahhaha. Selepas maghrib minum ronde di Madiun, sholat tarawih di Caruban, bertemu anak SD bernama Rohma dan Hanifa yang penasaran melepas kepergian saya di tengah rintik hujan. Lalu pukul 8 malam tiba di sekitar Saradan yang gelap gulita, harus menunggu kendaraan lewat sebagai penerangan, menyusuri jalanan dan berkali-kali terdesak ke pinggir aspal, menghampiri pos polisi lebaran, sampai akhirnya singgah juga di kawasan asrama TNI Senopati. Ya, dan saya menemukan lagi pertolongan Tuhan yang dititipkan melalui segala kebaikan manusia. Di masjid, KTP saya diperiksa, bla bla bla, lalu disilahkan ke rumah saja, menjumpai keluarga yang begitu hangat hingga saya tak terlalu sungkan. Berasa keluarga sendiri. Bercerita macam-macam, kompak, seru, menyenangkan, tidak terduga, dan dijamu aneka rupa sampai makan sahur.
Hingga esoknya terasa semakin dekat dengan kampung halaman, masuk Nganjuk, dilempari senyum dari dalam mobil yang menunggu palang kereta dibuka, dst.
hosh hos..setelah tanjakan selalu ada turunan, setelah kesulitan pasti ada kemudahan.. (Mon, 06 Sep 2010)
Euforia: Kemarin lusa dominan AB, kemarin AD dan AE. Sekarang semua AG!! Hahaha, Alhamdulillah...AYOO, 100an km lagi! (Mon, 06 Sep 2010 01:28:15 GMT)
Mampir warnet: hehehhehhe... ternyata Nganjuk yg pedesaan kayak gini sudah ada warnetnya.
weleh2.... :D (Mon, 06 Sep 2010 03:14:26 GMT)
Kampanye terselubung: setelah ngeprint 'layanan iklan masarakat' ini, kendaraan saya semakin istimewa: semoga salah satu misi saya tsb tersampaikan ;) (Mon, 06 Sep 2010)
Haha, ngerti kan kalau itu kumpulan status..?! :P
Juga soal kehebohan teman-teman yang mencuat seketika.Sms bertubi-tubi dan dinding FB yang ramai. Sambutan sahabat-sahabat saya di Kediri, bertemu Bu Welasih yang tidak saya kenal di jalan yang dengan welas asihnya memberikan ‘cindera mata’ untuk saya, dengkul ngilu, telepon dari kakak kelas SMA.. buka bersama, blab la bla bla..
Hingga tepat pukul setengah sembilan malam pada hari ketiga perjalanan, tibalah saya di rumah tercinta. Huahahaha.. singkat sekali ya!
Hm, salah satu kata bapak, saya tidak akan mendapatkan semua ini jika niat saya macam-macam. Justru karena tidak terpikir apapun: orang baik, uang, tempat teduh, makanan, jadi saya mendapat pertolongan-pertolongan yang tak terlupakan..
==================================================================
Tentang catatan-catatan yang tak selesai (ini kayaknya terinspirasi judul apaaa gitu):
Sepeda, setidaknya merupakan solusi konkrit yang sejauh pengetahuan saya sama sekali belum pernah disentuh oleh rektorat dan kroni-kroninya, baik oleh sosialisasi yang minim maupun oleh sekedar selebaran humas.
Berdayakan sepeda, kasih himbauan lah.. berikan ketersediaan yang memadai dan memudahkan. jangan hanya melarang sana sini dengan peraturan dan sosialisasi minim yang konyol minta ampun!
Hahh.
Saya sering bilang pngn bgt mmberdayakan sepeda.
KIK, lebih enak nerobos2 kampus dgn sepeda, ga perlu ngantri KIK, gak bla bla bla
Konsistensi.
Membangunnya susah-susah gampang. Dan kalau itu sudah terbentuk, sebenarnya jadi lebih gampang untuk mengembangkan link..
Saya kira bisa lho ini untuk modal menggaet rektorat, kemudian diteruskan ke polygon, kompas, dan semacamnya yang selama ini memang sudah begitu vokal terhadap gerakan hijau. #abaikan
Kadang, saya bosan teriak menggertak soal KIK. Sekarang rasanya ingin melihat apa yang bisa dilakukan rektorat selain ‘cuma’ bikin terop yang menghambat! (23 September 2010)
Saya sempat mikir salah sasaran sih sebenarnya. kampanye terselubung justru dilakukan ketika di pedesaan..
Tapi tak apa, saya pikir orang tua yang terketuk hatinya sedang belajar untuk mengajari anak-anaknya tidak fasih menuntut.
Lanjut ke jalan semula:
Awalnya saya heran mengapa teman-teman #ngasal ngomong mau menyambut saya di Blitar. Saya merasa aneh sih, apalagi sewaktu SMA saya tak begitu dekat dan akrab mengobrol dengan beberapa di antara mereka padahal. Hehe. Belakangan saya menemukan banyak artikel di kompas.com tentang kegiatan bersepeda yang di setiap etape perjalanan mereka memang disambut ger-geran gitu. Hoo..*manggut-manggut.
Akhirnya, terima kasih yang tak terhingga atas semangat, dorongan, motivasi, bahkan komentar ‘menggila2kan’ saya. Saya justru berterima kasih karena itu semua menyuntikkan semangat saya sampai detik terakhir. Perjalanan saya jadi menyenangkan sekali teman-teman, mengharukan. Sama sekali saya tidak menyangka akan sedemikian rupa waktu itu. Maaf kala itu tak jadi sempat membalas wall post satu satu :))
Oh ya, waktu itu, menjawab pertanyaan2 besok balik ke jogja naik sepeda lagi tak?
Dengan yakin saya jawab tidak:
Bukan karena kapok atau apa, sama sekali.
Motivasi itu perlu dibangun, saya bukan tipe orang yg menganut kegilaan sembarangan.
Kalau anda merasa saya sembrono, saya easy going, nekat, blab la bla..
Tidak salah.
Tiga hari di jalan itu juga perlu perhitungan, soal budget juga iya.
Kemarin saya banyak belajar. Hahahha..
Kalau kita tak punya motivasi tertentu, sama saja dengan buang waktu.
Bukan semata soal go green kemarin itu, kalau cuma segelintir orang dan jarang-jarang, malah rute jauh tapi tidak konsisten, istiqomah, apalah gunanya? Dan demi warisan yang lebih baik bagi anak cucu, mari meneguhkan diri dan berdoa supaya konsisten peka lingkungan dengan cara apapun yang paling kita mampu, mudah, dan kita suka! Saya sama sekali tak anti kok kendaraan bermotor, tapi memakai kendaraan sesuai kebutuhan itu penting. Yah, semoga Tuhan menyelamatkan saya dari kata-kata saya sendiri.
Dan masih, suatu hari nanti, saya pengen jogja-jakarta nyebrang ke sumatera! Atau Bali-Lombok. Yg dekat2 dulu saja. ;p
Ada yg mau ikut? ;)
~Entah motivasi mana menunggang motif yang mana..
Ortu vs kampanye atau sebaliknya.
Saya tidak merasa telah melakukan sesuatu.
Saya sadar penuh ini beresiko terhadap bersih dan tidaknya hati saya.
Tapi tak mengapa, menjadi lilin yg dibilang sok-sokan masih mending daripada merutuki dalam diam.
Anda terinspirasi? Semoga lebih baik.
Salam. :)
NB:
Haha, tulisan ini memang dipaksakan selesai. Semalam tidak tidur. Hasilnya masih compang-camping di sana sini. Lha bosan e lama-lama basi di kepala dan HD penuh. Lagipula, biar tulisan ini mengantarkan perjalanan saya selanjutnya, hari ini. :)
Sunday, May 23, 2010
Menilik Internet dan Anak : Dapatkah Berkawan Baik?*
Seringkali kita menyeletuk ketika semisal ada pertanyaan, “Bagaimana hubungan antara x dengan y dalam kurva z? Dan dengan entengnya kita menjawab, “Baik-baik saja.”
Lalu ketika hal itu dianalogikan terhadap hubungan anak dengan internet, masihkah kita berani bercanda dengan jawaban baik-baik saja? Padahal faktanya banyak kasus anak yang bermasalah ketika bergaul dengan internet.
Selain kasus anak di Surabaya yang melibatkan jejaring sosial Facebook beberapa waktu yang lalu, banyak pula kejahatan seksual terhadap anak berupa prostitusi, dijadikan obyek seks komersial, juga ‘dijahili’ oleh para pedofil. (Ahmad Sofian, via Kompasiana: 23 Maret 2010)
Mengerikan memang. Tak perlu jauh-jauh, waktu anak yang sudah sedemikian tersita untuk menjelajah dunia maya hingga melupakan kebutuhan belajar dan bersosialisasinya pun merupakan dampak tersendiri yang cukup memprihatinkan.
Sarana pemuas rasa keingintahuan anak yg begitu besar.
Era di mana teknologi berkembang begitu pesat seperti ini tentu memudahkan untuk saling berinteraksi dan bertukar informasi. Sejak perkembangannya yang begitu pesat pada 2000-an, keberadaannya menyedot perhatian semua lapisan masyarakat, tak terkecuali anak-anak.
Memang seringkali rasa keingintahuan anak yang begitu besar dapat terjawab oleh internet. Misalnya saja anak dapat dengan mudah mengetahui sistem tata surya untuk penunjang ilmu alamnya barangkali. Namun, ketika segala informasi semakin mudah diakses tanpa batas itu pula-lah yang mengharuskan kita menjaga kewaspadaan terhadap pergaulan anak dengan internet.
Apa yg terjadi dengan anak-anak?
Meskipun bukan sebuah kesimpulan, tidak berlebihan kiranya, jika dikatakan bahwa anak hampir kehilangan dunianya , bahkan di dunia internet.
Sebagai contoh, lagu-lagu anak kini sulit ditemui di blantika musik Indonesia. Anak-anak maupun artis cilik lebih akrab dengan lagu-lagu remaja dan dewasa. Download lagu Kring Kring Goes Goes-nya Amel Carla saja susahnya minta ampun. Mencari situs anak pun tidak semudah ketika mengakses informasi umum lainnya. Keasikan anak-anak mengakses jejaring sosial melulu atau bahkan konten berbau esek-esek bisa jadi akibat kurangnya sumber daya yang bisa diakses anak.
Internet sebagai stimulan bagi tumbuh kembang minat dan bakat anak.
Kurang bijaksana kiranya, jika internet yang hanya berperan sebagai media terus-menerus dipersalahkan hingga menimbulkan internet phobia. Padahal, internet tidak selamanya menjadi momok yang mesti ditakuti.
Sebenarnya orang tua dapat memanfaatkan internet sebaik mungkin. Di antaranya sebagai sumber juga perpustakaan ilmu dari seluruh dunia untuk anak-anak, asalkan penggunaan internet dengan benar ini dijelaskan oleh orangtua sebelumnya. (Seto Mulyadi, via Okezone: 28 April 2010)
Wah, kalau mau memanfaatkan dengan baik, internet bisa jadi ajang sosialisasi pun menumbuhkan jiwa kompetitif bagi anak. Misalnya saja, bikin komunitas para ibu dan anak, sebagai media interaksi pun sharing baik antar ibu maupun antar sesama anak. Baik juga mencoba membuat blog kelas yang dimotori oleh guru di sekolah. Postingkan pula karya anak misalnya puisi dan foto lukisan mereka.
Kebutuhan baca menjadi hal utama dalam pendidikan anak. Oleh karena itu, orangtua bisa mencarikan sumber pengetahuan melalui internet. Hal itu tidak hanya lebih efisien, tapi juga bisa dijadikan sebagai sarana mengenalkan internet kepada anak. Orangtua juga bisa mendownloadkan aplikasi game berupa flash yang lebih bermuatan pendidikan daripada video game biasa yang seringkali berunsur kekerasan. Secara tidak langsung, orang tua memiliki kesempatan mengajarkan kepada mereka apa-apa saja yang boleh diakses dan tidak. Bukankah itu sama artinya dengan mengenalkan dunia baru yang lebih sehat dan kritis bagi anak?
Tindak lanjut orang tua
Ketika anak menggunakan internet, ada baiknya tidak me-load images untuk mengantisipasi munculnya gambar –gambar porno atau konten berbahaya lainnya. Yang terpenting, dampingi si anak ketika menggunakan internet. Selain menumbuhkan kedekatan antara orang tua dan anak, hal itu menjadi momen untuk mengenalkan seputar internet dan etika berinternet (nettiquette). Jadi, ketika anak-anak terpaksa online sendiri, mereka memiliki bekal berinternet dengan baik dan benar.
Upaya lain yang bisa dilakukan orangtua yaitu membatasi durasi online si anak agar alokasi waktu mereka tetap terkontrol. Dan perlu dicatat bahwa membiarkan anak sembarangan mengetikkan kata kunci lewat search engine tentu bukan langkah bijak. Dikhawatirkan, akan muncul konten-konten berbahaya yang tidak sesuai dengan usia anak. Bahkan, kerap kali informasi yang diakses memang seputar dunia anak, tetapi banyak konten lain atau iklan di sekitar website yang bukan konsumsi anak.
Jika anak hanya online di rumah, tentu pengontrolan dari orang tua lebih mudah. Dengan fasilitas yang ada pada browser, orangtua dapat menyetel pengaturannya bahkan memblokir situs-situs tertentu. Namun, maraknya warnet di sekitar kita hendaknya menjadikan orang tua lebih perhatian terhadap aktivitas anak.
Di samping orang tua yang memberikan keleluasaan pada anak untuk berinternet ria, adakalanya masih banyak orang tua yang segan jika anaknya harus bergaul dengan internet. Kasus-kasus yang telah disebutkan di atas kiranya menjadi salah satu aspek yang menambah daftar panjang antipati mereka terhadap internet.
Mungkin mereka lebih memilih metode pendidikan ala biasa tanpa banyak melibatkan teknologi bernama internet. Toh, pengetahuan anak tetap dapat berkembang dengan baik asal gemar membaca buku, mungkin begitu kilahnya.
Tidak masalah sebenarnya memilih tetap konvensional atau berani mencicipi pahit manisnya teknologi dengan tetap menjunjung tradisi. Yang patut digarisbawahi, bahwasanya anak merupakan investasi jangka panjang dalam keberlangsungan sebuah negara. Belum lagi dengan melihat dampak negatif atas pola hubungan anak dengan internet, seyogyanya sudah cukup membuat kita terketuk bahwa banyak hal yang harus dibenahi di setiap lini. Maka, mari bergerak selamatkan dunianya. : )
Selesai.
*ditulis untuk mengikuti lomba blog aksikreasi #2 Bulaksumur dan sebagai bentuk kepedulian kecil terhadap dunia anak.
Saturday, May 8, 2010
Ajaran macam apa cinta IkaL - A Ling?!
Edit bahasa dan tulisan: 22 Maret 2010 :D
Masih ingat Maryamah Karpov, sobat?
Ini tulisan ketika saya sedang dalam proses menyelesaikan novel setebal itu :


(sumber gambar)
Kenapa mesti A Ling? Aku rasa perjuangan IkaL adalah untuk mengajari bagaimana kita memperjuangkan mimpi/cita2, bukan cinta, seperti yg ia lakukan sendiri. Kenapa A Ling?! Aku tidak habis pikir secerdas otak IkaL semuanya dipersembahkan buat A Ling se0rang?? Pernahkah kau brpikir sepertiku kawan? Yang hampir tergelitik atau malah ingin muntah2 menyimak sejuta cara IkaL untuk menemui pujaan hatinya..
Sungguh,aku hanya menggeleng2 betapa sejuta pesona hidup IkaL luluh lantak di mataku hanya karena sejuta cintanya untuk A Ling.. Ah,tapi hanya di mataku kok, tentu bagi banyak pembaca Maryamah Karpov lain tidak serupa. Hm,apa memang aku yang buta soal cinta?? Atau karena aku hanya berusaha realistis terhadap segala hal,utamanya soal cinta? *Saya jadi teringat tulisan di kaos Joger saya, bunyinya:

Hm, sedikit lama aku berpikir, apa aku saja yang picik ketika membaca cerita IkaL?! Bukankah kerealistisan itu salah satu kendala penghambat cita?! Aku rasa IkaL tak pernah realistis soal mimpinya, makanya Tuhan selalu memeluk mimpi2nya itu.
Aku kembali bertanya, kenapa mesti A Ling?? Aku jadi penasaran, perempuan macam apakah si A Ling tersebut, seingatku IkaL tak pernah menceritakannya dengan begitu detail. Hanya paras kuku2 A Ling yang cantik begitu juga senyumnya yang sampai kini memikat IkaL dalam dimensi mimpi dan rindunya. Sebegitu mengandung toxic-kah perempuan itu di mata laki2 seperti lagu yang dibawakan The Changcuters hingga Ikal rela menukar nyawanya hanya demi sekulum senyum A Ling?! Ahh, kerasionalan logika laki-laki memang sering perlu dipertanyakan.. Atau, cinta pada dasarnya tak kenal logika?
Ahh, tak adakah yg lebih indah di dunia ini selain urusan cinta dan tetek bengeknya??
Bah.
Hm, setelah aku mereview kembali ingatanku soal cerita IkaL - A Ling,aku baru saja menemukan sesuatu. Kawan tentu tahu betapa melownya cerita orang sedang mabuk cinta dalam mendramatisasi ceritanya. Betapa banyak cerita melankolis, para pencinta selalu ditampilkan tergolek lemah atau sakit2an karena tak jua bertemu pujaan hatinya, atau karena cinta yang bertepuk sebelah tangan, dsb. Seperti Maria yang kehilangan 'separuh nyawa'nya karena Fahri, atau cinta tragis Jani kepada Radit (film Radit dan Jani). Hm, sedangkan dalam cerita Andrea Hirata, kemelankolisan Ikal hampir sama sekali tidak tampak. Cintanya terbungkus apik dengan semangat yang menggelora hingga terkesan heroik, meski sebenarnya melas tiada tara..
Perjuangannya berjibaku dengan keadaan alam Eropa Afrika beserta segala kesulitan yang menghadangnya, menjadi pendulang timah, usaha Berae demi rupiah2 untuk modal menyingkap misteri A Ling, sampai pada akhirnya membuat perahu sendiri dengan teori2 sumbangan Lintang adalah kenekatan luar biasa yang menampilkan semangat perjuangan Ikal yang sebenarnya menurutku adalah lebay, cengeng!
Itulah, melankolisnya Ikal dalam impiannya terhadap A Ling digambarkan dengan semangat, pantang menyerah, tekad-nekad yang sudah menyetan dalan diri Ikal hingga menjiwai seluruh lakunya.
Bukan cinta yg mellow,melankolis, dramatis, tangis, terkulai, tragis sampai menemui mati.
Ya, setiap orang berhak mengapresiasi buku yang dibacanya sekehendak hatinya. Maksudku sekehendak hati yaitu bagaimana caranya ia menginterpretasi, menerjemahkan dengan cara pandang tertentu, dengan maksud agar mengena dan membarikan manfaat bagi (utamanya) dirinya.
Seperti halnya dalam cerita ini, aku masih bersikukuh dalam cara pandangku bahwa Andrea Hirata mengajari kita bagaimana memperjuangkan mimpi hingga mengantarkan sampai ke langit lapis 7 biar dipeluk Tuhan. Bukan bagaimana cara kita pantang menyerah memperjuangkan seseorang apalagi hanya sebatas lelaki atau perempuan yang belum tentu menjadi milik kita! Jadi kita dapat mengambil sedikit pelajaran bahwa cara Ikal menuju perwujudan citanya adalah dengan tindakan-tindakan produktif, bukan bermalas-malasan bermuram durja di kamar!
Meskipun menurutku perjuangan-perjuangan cinta macam begitu itu masih saja tak jauh beda dengan cara manusia merendahkan dirinya,demi cinta A Ling?(ingin muntah aku rasanya)tapi setidaknya semangat pantang menyerah itulah yang patut kita teladani.
Sekian.
Saturday, May 1, 2010
Menulis? (Hasrat Menulis part 1)
Sebelumnya, izinkan saya sedikit mengurai sejarah.
Aku menulis di segala tempat, di segala suasana, di segala media tulisan: kertas, catatan keuangan, tepi modul SMA, loose leaf. Menumpuk di sela-sela kolom koran, notes hape selalu, di telapak tangan, bahkan sewaktu di kamar mandi, Aku menulis di balik kartu UAN SMP, di notes kecil, di segala buku pelajaran, menyoret2 buku, lalu merobeknya… Saya benar-benar semena-mena!!
Bahkan dulu pernah ketika masih suka menangis, saya tutup pintu kamar, masuk kolong tempat tidur, membawa spidol hijau dan menuliskan kata-kata sederhana yang menyesakkan di setiap bilah permukaan kayunya yang meraung di sana. (adakah bagi kritikus sastra satu kalimat di atas sedikit tidak logis? Saya butuh koreksi.)
Tak peduli kata-kata itu hasil pemikiran, atau sekedar rekaman kisah harian.
Hehe.
Tahun lalu, pada 14 November saya menulis:
Saya suka cerita saya, sejarah hidup saya. Ya, seharusnya setiap orang bertanggungjawab terhadap hidupnya sendiri, terhadap sejarahnya.
“Bayangkan kalau tradisi menulis nggak pernah ada,
kalau tradisi merekam peristiwa, gagasan, dan perasaan nggak pernah ada,
apa kita bakal mengenal siapa ennek moyang kita?
Bayangkan kalau anda tidak menulis,
tak berusaha merekam gagasan dan pikiran-pikiran Anda,
apa cucumu nanti akan kenal siapa kamu?
Seandainya kakek saya, semasa hidupnya menulis sesuatu, mungkin sekarang saya mengenal siapa dia. tetapi itu tak pernah terjadi. Tak selembar pun tulisan yang diwariskan kakek pada saya. Saya tak pernah tahu isi kepala kakek, selain bahwa dia adalah seorang seorang lelaki tua leluhur saya. Maka jangan salahkan saya, jika saya lebih mengenal Karl Marx, Jostein Gaarder atau Pramoedya Ananta Toer, yang bukan siapa-siapa saya, daripada kakek saya sendiri.
Dendam itulah menjadi energi besar yang mendorong saya untuk terus menulis. saya tak mau dilupakan sejarah. saya mau jadi orang yang berkesadaran sejarah. Maka saya memutuskan untuk menulis. Agar kelak, jika cucu saya tak sempat tahu apa yang kakeknya pikirkan dan bicarakan semasa hidupnya, ia bisa mengenal kakeknya lewat tulisan-tulisannya!” (WIA~Fahd Djibran~JuxtaPose)
Saya pikir, itu alasan sederhana sebenarnya, tapi tidak cukup kerdil. Sebab nantinya bisa jadi akan melahirkan sesuatu yang spektakuler, dan menurut saya itu terbukti melalui buku WIA Fahd Djibran itu sendiri.
Saya bersyukur telah sadar hal itu jauh-jauh hari, sekecil apapun artefak pembentuk sejarah: sms, nota, karcis, kertas kado bekas, atau apapun yg pernah menjadi bagian dari sejarah saya, saya simpan baik-baik, apalagi notes HP, hwah.
Saya tak mau sejarah saya nantinya akan belang bontang hanya karena arsipnya yang tak lengkap.
Dan ingat, sekecil apapun catatan itu, jangan dibuang. Suatu saat catatan-catatan itu akan menjadi kekayaan kita yang paling berharga. (kutipan dari buku Writing is Amazing karya Fahd Djibran)
Suatu ketika tanggal 2 November 2009 saat saya hendak balik ke Jogja dan memboyong segepok ‘kertas hidup’ _karena mereka bisa bicara_ saya membesarkan hati dengan kalimat ini:
“mungkin mereka bilang ini sampah. tapi menurutku ini sejarah! :)”
Hm, saya tak mau sejarah saya bernasib sama seperti kebanyakan sejarah Indonesia yg diajarkan semasa sekolah dasar-menengah: jadi kabur, atau sengaja dikaburkan.
Semua berawal dari kesadaran. Saya sadar, saya bukan orang besar yg pernah berjasa banyak, mana mungkin sejarah saya akan ditulis orang, siapa yg tertarik?!
Mas BuLBuL saja dalam komentarnya pada status saya pernah nyeletuk: “Halah, kisah hidup e Lady po menarik, hahah..”
Ada yang ingat itu?! wkwk..
Secara tidak langsung saya membenarkan: “hahah…” :D
Dan yg tak kalah penting, menurut hemat saya kecenderungan terjadinya subjektivitas justru lebih kecil kemungkinannya. Karena pada prinsipnya kita sendiri yg lebih mengetahui sejatinya diri kita, apalagi jika brhubungan dgn pemikiran. Bukan berdasarkan pandangan org lain mengenai diri kita.
Kita bisa brtindak lebih objektif ketika membaca diri sendiri.
Saya sering menyemangati diri sendiri, dan saya kira itu memang sangat perlu to, dalam hal apapun kan..?! :)
Enam November tahun lalu: “menulis jangan lagi menunggu mood, tp ciptakanlah selalu m0od yg baik utk menulis! Lalu brlatihlah menulis yg baik! Huhuhu”
Atau saya merasakan sesuatu dan mencatatnya:
"bahkan partikel terkeciL penyusun tubuhku adalah kata. kata... "(05/11/2009)
Pernah juga saya bilang: Saya tidak memuja tulisan. Saya hanya berusaha membuat tulisan yang pernah saya telurkan berumur lebih panjang..
Atau juga berupa tekad, angan, impian, harapan:
Hm, suatu saat nanti, saya merasa sangat ingin menulis autobiografi, mengisahkan setiap jengkal cerita khdupan saya bersama mereka, bersama mereka, dan atas hidup saya sndri. Tidak luar biasa, tp entah sy mrasa sngat perlu berbagi dgn dunia, menuangkan ragam pmkirn yg tak ada habisnya. Entah krn niat baik atw sekedar unjuk ego demi eksistensi.. (25/10/2009)
Oya, berkaitan dengan sejarah, komitmen menyuarakan, hingga keabadian yang pernah saya singgung itu, Pak Pram dgn otak ampuhnya lagi lagi sudah duluan berbicara:
"....orang boleh pandai setinggi langit
tapi selama ia tidak menulis,
ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.
Menulis adalah bekerja untuk keabadian.
Seketika saya terlecut dan meletup-letup ketika membacanya pertama kali di stiker Canopy dari Universitas Brawijaya yang tertempel di pintu sekretariat Balairung UGM.
Semoga anda pun begitu, entah ketika sudah membacanya yang ke berapa kali.
Ya, maka marilah menulis, torehkan sejarahmu! :)
Thursday, April 29, 2010
Pernikahan: Bukan Sekedar Urusan Bantal Guling :D
Serendah itukah? Berapa kepala ya yang punya pemikiran kaya’ gitu…
Tidak salah sebenarnya. Islam pun membenarkan bahwa reproduksi manusia itu harus tetap berjalan. Mungkin itu juga alasan kenapa sejak dulu Islam tidak menerima tindakan homoseks.
Oke, back to the topic guys..
Hm, apa karena saya perempuan mungkin, dalam bayangan saya pernikahan itu rumit tetapi simpel, simpel karena tidak perlu tahu banyak soal perkara tempat tidur, soal istilah-istilah yang pasti dibidangi oleh dr.Boyke atau pun dr.Naek Tanjung (?) yang bikin saya bergidik giris dan enggan mmbayangkan macam-macam, atau sejenisnya lah pokoe.
Pernikahan adalah bagaimana berbagi dengan pasangan, mengurus rumah tangga dan mendidik anak-anak terbaik kelak, jauh dari urusan remeh-temeh macam kasur bantal guling! *sekali lagi tanpa bermaksud menafikan apa itu kebutuhan biologis yang telah menjadi fitrah manusia*
Hm, saya lebih suka terharu dan sedikit berurai air mata ketika membayangkan bagaimana mendidik anak-anak kelak, atau bagaimana menyiapkan makanan dan memberikan kejutan-kejutan kecil untuk suami dan anak-anak.
Saya pikir itu lebih berinvestasi jangka panjang dan memberikan kemaslahatan yang universal: anak cerdas, bangsa maju, bapak senang, investasi akhirat.
Iya kan?Memangnya ada kontraprestasi yang lebih baik dari itu?!
Daripada ‘sekedar’ puyeng membahas bagaimana ‘jurus-jurus’ terbaik untuk making love’ di keremangan di bawah selimut. Zzzz.. *hoeekkgg*
Oke, pemikiran dini ini boleh disalahkan karena toh saya memang belum mengetahui seluk beluk pernikahan.
Okelah, tapi tolong jangan racuni saya , saya cukup puas dengan pengetahuan yang sedikit ini, tak mau membicarakan lebih jauh.
Rasulullah pun memang dikenal sebagai pria romantis yang sangat menghargai dan mengetahui benar apa mau istri beliau. Tapi bukan berarti lantas keromantisan selalu diterjemahkan dengan kegiatan seputar ranjang saja kan?!
Tolong, jangan racuni saya, selain karena belum waktunya, ya saya pikkir pemenuhan kebutuhan biologis dengan sekedar bereproduksi yang sehat itu jauh lebih baik dan lebih dari cukup daripada banyak mempelajari pengetahuan yg gunanya hanya untuk kesenangan dua insan saja dan malah banyak beresiko penyakit!
Wallahu’alam
Nb: terinspirasi dari artikel-artikel di arsip Tribun Indonesia 2008
*Parno ga sih sebenarnya ngomongin beginian? Semoga pembaca cukup bijak untuk menilai :)
ditulis pertama kali pada februari 2010, hingga berani go public hari ini : 28 april 2010
Sunday, January 10, 2010
Cewek Anti Maskulinitas? Haha…
(Maskulin itu Kolaborasi Pemikiran Jiwa dan Cara Bersikap)
Menurut saya, menatap langit-langit kamar dengan mimik serius itu salah satu bentuk maskulinitas lho.. hehe, kok bisa?!
Ya iya..
Seringkali saya setelah sholat langsung tergoda untuk berbaring (mak blek). Dalam keadaan masih terbalut mukena, saya rebahkan diri (mlumah) dengan sikap sempurna, lalu menyimpan kedua tangan saya di balik kepala sebagai tempat bertumpu (kaya’ posisi mau sit up itu lo..)
Bayangkan, haha, atau coba praktekkan, anda akan merasa seperti laki-laki (bagi perempuan), haha.. *setidaknya itu yang saya rasakan*. Dengan dada bidang dan pundak tegap, pandangan mata lurus menyorot ke atas (langit2 kamar) seolah membidik sasaran. Ya, itulah model-model lelaki menurut saya,__ mm, entah kenyataan dunia mereka seperti itu atau tidak, saya hanya mereka-reka, menyelam sebentar ke ‘dunia lain’ di sana__.
Kenapa? Karena pada saat itulah rasanya memiliki jiwa seorang pria, hehe. Sekali lagi, SERIUS, MATANG, TERARAH, dan JELAS apa yang dipikirkannya, gak sekedar ngelamun. (Ah, bingung saya ngejelasinnya, praktekkin sendiri deh). Wes to, poko’e ada sensasi tersendiri ok! Hahaha… ;D
Hm, mata memang tak mempu berakomodasi maksimum karena ‘kejedot’ atap, tapi itu masih lebih memberikan ‘ruang gerak’ daripada cuma mengamati isi kamar: lemari, kasur, rak, meja belajar, bla bla bla… Ada sejuta inspirasi dari atap kamar itu. Ya, kita dapat memikirkan apa saja di sana, mereka-reka………
Nah, coba bayangkan (dan atau praktekkan) kalau misalnya begini: berbaring miring, sambil molet-molet ga jelas, apalagi tengkurap, rasanya lebih kecewek-cewekan kan daripada kelaki-lakian?! :P
Ya memang sih sama-sama ada yang dipikirkan, tapi lebih cenderung pada pemikiran yang ‘santai’, ga brilliant, cengeng, hohoho.. Apalagi kalo pas tengkurap itu, coba deh perhatikan, biasanya perempuan itu kalo nangis (misal baru diputus pacarnya) tengkurap kan?! Pulang-pulang langsung masuk kamar, pintu dibanting, *jdhiiaerr!*, trus sesenggukan sampe bantal membentuk pulau-pulau besar, BASAH! *Hwohoho,,kebanyakan nonton sinetron, ;p*
Nah, itu dia, ya setiap orang memang punya style sendiri-sendiri sih, ga bisa digeneralisasi begitu saja, tapi ya begitulah, kadang sesuatu yang serius, brillian, emang (kadang) juga harus ditelurkan lewat cara bersikap yang eksentrik pula, hahahha…
Dan sayangnya, hal demikian itu (lagi-lagi menurut saya) terdapat dalam jiwa/model-model lelaki, bukan perempuan! Hwe, ya gpp kan kita (perempuan) pinjam sebentar, yang penting kan setelah memperoleh ‘sesuatu’ dari eksyen yang nyentrik tersebut, kita kembalikanlah… dan mari kembali pada wujud semula, :D
Nah, seperti pengalaman saya juga begitu, mulanya saya pake’ posisi maskulin kaya’ tadi, saya menemukan gagasan ketika itu, dua atau tiga bahkan. Hm, saya bertutur lancar, terarah menatap langit-langit kamar. Menatap, bukan memandang, benar-benar bertutur yang terarah, meskipun tidak saya lafalkan melainkan hati saya yang komat-kamit.. Wkwk..
Intinya, benar-benar BERGAIRAH!
Karena takut kehilangan gagasan yang saya temukan saat itu tadi, segera saya ambil pena dan menuliskannya, cepat-cepat, keburu menguap. Posisi saya masih baik, berbaring miring, dan tulisan saya masih lancar.. terus.. terus..
Lalu pegal juga, sulit menahan godaan untuk tidak tengkurap, dan apa hasilnya?! Beberapa menit kemudian, MALAS, muncul pikiran-pikiran MELANKOLIS, dan NGANTUK!
Weleh-weleh…
*Tuh kan, saat saya buka pintu kamar teman kos sebelah saya dengan tanpa permisi, wkwk, saya temukan diia dalam keadaan mureb sambil nulis-nulis sesuatu, haha...
Dasar perempuan! :P
# Pemikiran ini hanya gagasan sambil lalu, belum pernah dibuktikan dengan angket, kuosioner, polling, dan penelitian-penelitian sejenisnya secara lebih lanjut. Semua hanya sekedar spekulasi dan hipotesis penulis semata, hehe, jadi dapat berubah sewaktu-waktu. Dengan ini, harap pemakluman saudara-saudara. :-P #
Akhir kata: “wahai laki-laki bukan bangsa reptil, subhanallah.. sejumput persembahan kagumku untukmu..” :’)
Ditulis: pertengahan November 2009
Revisi: 29 Nov 2009
diterbitkan di FB pada 30 Nov 2009
Sunday, June 14, 2009
Detik-detik KeluLusan , Huwooo..
detik2 pengumuman kelulusan UAN..
kehebohannya sudah menggema di setiap sekolah2 yg para siswanya begitu penasaran menyambut pengumuman resmi besok Senin, 15/7..
Weh, burung2 camar mulai menyebar..
isu merebak..
semakin dheg-dhegan.
Awalnya pagi tadi dikabarkan kalau beberapa siswa sekolah saya (SMAN 1 Blitar) masuk peringkat 10 besar nilai UAN tertinggi se-Jatim (klik di sini), dua anak dari jurusan IPA, dua anak pula dari IPS.
Wow! kabar yg tentunya lumayan fantastis tersebut sempat membuat berdecak dan mengucap syukur. Tapi bukan berarti angin segar itu terus dapat kami nikmati, pasalnya sekolah saya belum memberikan kepastian soal kelulusan UAN ini, sedang di antara kami gosip yg beredar menyatakan kalau dua anak tak lulus!
Huwwah.. semua cemas! dheg-dheg'an! penuh tanda tanya dan semakin tak sabar menunggu esok, heboh!
Lalu saya mencoba membuang aura-aura negatif dengan menghadirkan pikiran positif, ya, saya pikir semoga saja itu hanya isu-isu yang memang sengaja dihembuskan supaya lebih surprise kalau ternyata sebenarnya lulus semua! (heheu, menghibur diri sendiri), seperti yang tadi langsung saya tulis di Facebook :

Saya kembali mencoba bermain 'tebak-tebakan', berspekulasi. Sebab menurut saya yang menjadi kekhawatiran itu guru-guru belum ada yg berani angkat bicara saat ditanyai oleh teman-teman. Hal ini tentu sangat bertolak belakang dengan fenomena yg ada di sekolah tetangga, SMAN 3 Blitar, pihak sekolah sudah berani mengumumkan kalau seluruh siswanya Lulus 100%!
Weh2, ada apa ini?!
Tidak hanya sampai di situ, salah seorang teman saya juga bikin harap-harap cemas.
Dalam status FB nya dia menulis seperti ini:

seolah akan ada berita duka, huhuhu...
Dan kalau memang isu yang beredar di sekolah saya cuma sekedar kabar burung yg sama sekali tak mengandung kebenaran, tapi mengapa kok hanya disebutkan kalau yg tidak lulus
dua siswi IPA?! kenapa hanya jurusan IPA?!
maksud saya, biasanya kalau untuk acara 'mengelabui' siswa, gosipnya tuh seharusnya disebutkan dari kedua jurusan, IPA dan IPS, bahkan biasanya Laki dan perempuan.
Tak seperti ini.
Hmm, apa ini trik 'mengelabui' siswa model terbaru?!
Semoga saja. Sebab apalah artinya niLai tertinggi se-jatim kalau
tak Lulus bebarengan..
Kami mohon yang terbaik bagi kami , Ya Allah...
Ya, euforia paling manis, Amiin.. ^_^
Sunday, April 26, 2009
Batu sandungan yg berpendar..
Kala ku meniti jalan..
Baru saja ku hanya melirik pendaran kenang masa siLam, menjadi batU sandungan yg telah membuatku terantUk berkaLi2..
Padahal aku hanya meLirik,sepintas,tanpa menjiwai bahkan tak berniat kuteng0kkan kepalaku menghadapnya, sebaB ku pikir aku takut leherku tak bisa kuputar kembaLi, terPAku di sana..
Siluet beLakang yg masih berpendar, keterPakuan yg menghujam hampir ke uLu hati, meneLusupkanku dalam keping2 kerapuhan yg neLangsa..
Perasaan Laknat macam apa ini?!
Bersama Luruhnya air mata yg tak mampu tertahan..
Seperti segaLa persendian dipaLu g0dam sampai ngiLu..
Seakan menjaLar sakitnya larut..
Atau membiru darahku sesaat, tepat ketika kegeramanku memuncak tak terhambat..
Batu sandungan yg berpendar..
Sekuat tenaga masih ku c0ba mengatupkan bibirku,menguLaskan segaris senyum, sembari meneLan ludah pahit demi tak menetesnya Luh dari mataku yg berkaca2,.
PadahaL aku slalu terduduk,hampir terSungkur setiap kali terantUk..
Harus bgaimana kuLuapkan em0siku,selain dgn menc0ba banGkit mencari asa yg timbul tenGgelam,meski merangkak hatiku tertatiH,atau malah meradang dan menerjang,,
Tak kusangka, sunGguh tak dinyana, dibalik senyumku yg senantiasa mengembang, bhkan tawaku yg terus Lepas,
diantara kekuatanku beradu ot0t dan keangkuhanku mend0ngak ke atas,
aku masihlah perempuan yg hidup dgn pendar masa silam,terantuk oleh permainan batu sandungan..
betinatanGguh macam apa aku ini?! Om0ng k0s0ng!
Harapanku hampir luruh,
Pun meski aku dan kau berpadu..